BANGSA MESIR KUNO
Peradaban Mesir Kuno
Mesir Kuno adalah suatu peradaban kuno di bagian
timur laut Afrika. Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil.
Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM dan
selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium. Sejarahnya mengalir
melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh
periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno
mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru. Selanjutnya, peradaban ini
mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada
periode akhir. Kekuasaan Firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31
SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus
sebagai bagian dari provinsi Romawi. Meskipun ini bukanlah pendudukan asing
pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan
politik dan agama secara bertahap di lembah sungai Nil, yang secara efektif
menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka Mesir.
Bahasa Mesir Kuno
Bahasa Mesir adalah bahasa Afro-Asiatik yang
berhubungan dekat dengan bahasa Berber dan Semit. Bahasa ini memiliki sejarah
bahasa terpanjang kedua (setelah Sumeria). Bahasa Mesir telah ditulis sejak
3200 SM dan sudah dituturkan sejak waktu yang lebih lama. Fase-fase pada bahasa
Mesir Kuno adalah bahasa Mesir Lama, Pertengahan, Akhir, Demotik, dan Koptik. Tulisan
Mesir tidak menunjukkan perbedaan dialek sebelum Koptik, tetapi mungkin dituturkan
dalam dilek-dialek regional di sekitar Memphis dan nantinya Thebes. Papirus
Edwin Smith (sekitar abad ke-16 SM) yang menggambarkan anatomi dan perawatan
medis.
Tulisan pertama kali ditemukan di lingkungan
kerajaan, terutama pada barang-barang di makam keluarga kerajaan. Pekerjaan
menulis biasanya hanya diberikan kepada orang-orang tertentu yang juga
menjalankan institusi Per Ankh atau Rumah Kehidupan, serta perpustakaan
(disebut Rumah Buku), laboratorium, dan observatorium. Karya-karya literatur yang
terkenal sebagian ditulis dalam bahasa Mesir Klasik, yang terus digunakan
secara bahasa tertulis hingga sekitar tahun 1300 SM. Bahasa Mesir Akhir mulai
digunakan mulai masa Kerajaan Baru sebagai mana direpresentasikan dalam dokumen
administratif Ramses, puisi dan kisah cinta, serta teks-teks Demotik dan
Koptik. Selama periode ini, berkembang tradisi menulis autografi di makam.
Genre ini dikenal sebagai Sebayt (instruksi) dan dikembangkan sebagai usaha
untuk menurunkan ajaran dan tuntunan bangsawan terkenal. Kisah Sinuhe yang
ditulis dalam bahasa Mesir Pertengahan juga dapat dikategorikan sebagai
literatur Mesir klasik. Contoh lainnya adalah Instruksi Amenemope yang dianggap
sebagai mahakarya dalam dunia literatur timur tengah. Di masa akhir
Kerajaan Baru, Bahasa Mesir Akhir lebih banyak digunakan untuk menulis seperti
yang terlihat pada Cerita Wenamun dan Instruksi Any. Cerita Wenamun
menceritakan kisah tentang bangsawan yang dirampok dalam perjalanannya untuk
membeli cedar dari Lebanon dan perjuangannya kembali ke Mesir. Sejak 700 SM,
cerita naratif dan instruksi, seperti misalnya Instruksi Onchshesonqy, dan
dokumen-dokumen bisnis ditulis dalam bahasa Demotik).
Banyak cerita pada masa Yunani-Romawi juga dalam
bahasa Demotik, dan biasanya memiliki setting pada masa-masa ketika Mesir
merdeka di bawah kekuasaan Firaun agung seperti Ramses II. Tulisan hieroglif
terdiri dari sekitar 500 simbol. Sebuah hieroglif dapat mewakili kata atau
suara. Simbol yang sama dapat menyajikan tujuan yang berbeda dalam konteks yang
berbeda pula. Hieroglif adalah aksara resmi, digunakan pada monumen batu dan
kuburan.
Pada penulisan sehari hari, juru tulis membuat
tulisan kursif, yang disebut keramat. Tulisan kursif ini lebih cepat dan mudah.
Sementara hieroglif formal dapat dibaca dalam baris atau kolom di kedua arah
(walaupun biasanya ditulis dari kanan ke kiri), aksara keramat selalu ditulis
dari kanan ke kiri, biasanya pada baris horisontal. Sebuah bentuk baru
penulisan, demotik, menjadi gaya penulisan umum, dan inilah bentuk tulisan
-bersama dengan hieroglif formal - yang menyertai teks Yunani di Batu Rosetta. Sekitar
abad ke-1 Masehi, aksara Koptik mulai digunakan bersama aksara demotik. Koptik
adalah modifikasi abjad Yunani dengan penambahan beberapa tanda-tanda demotik.
Meskipun hieroglif formal digunakan dalam acara seremonial hingga abad ke-4,
menjelang akhir abad hanya segelintir kecil imam yang masih bisa membacanya.
Akibat institusi keagamaan tradisional dibubarkan, pengetahuan tulisan
hieroglif semakin menghilang. Usaha untuk mengartikannya muncul pada masa
Bizantium dan Islam di Mesir, tetapi baru pada tahun 1822, setelah penemuan
batu Rosetta dan penelitian oleh Thomas Young dan Jean-François Champollion,
hieroglif baru dapat diartikan.
Budaya Mesir Kuno
Patung yang menggambarkan kegiatan masyarakat kecil
Mesir Kuno. Sebagian besar masyarakat Mesir Kuno bekerja sebagai petani.
Kediaman mereka terbuat dari tanah liat yang didesain untuk menjaga udara tetap
dingin di siang hari. Setiap rumah memiliki dapur dengan atap terbuka. Di dapur
itu biasanya terdapat batu giling untuk menggiling tepung dan oven kecil untuk
membuat roti. Tembok dicat warna putih dan beberapa juga ditutupi dengan hiasan
berupa linen yang diberi warna.
Lantai ditutupi dengan tikar buluh dilengkapi dengan
furnitur sederhana untuk duduk dan tidur. Bangsa Mesir Kuno sangat menghargai
penampilan dan kebersihan tubuh. Sebagian besar mandi di Sungai Nil dan
menggunakan sabun yang terbuat dari lemak binatang dan kapur. Laki-laki
bercukur untuk menjaga kebersihan, menggunakan minyak wangi dan salep untuk
mengharumkan dan menyegarkan kulit. Pakaian dibuat dengan linen sederhana yang
diberi warna putih, baik wanita maupun pria di kelas yang lebih elit
menggunakan wig, perhiasan, dan kosmetik. Anak-anak tidak mengenakan pakaian
hingga mereka dianggap dewasa, pada usia sekitar 12 tahun, dan pada usia ini
laki-laki disunat dan dicukur. Ibu bertanggung jawab menjaga anaknya, sementara
sang ayah bertugas mencari nafkah. Musik dan tarian menjadi hiburan yang paling
populer bagi mereka yang mampu membayar untuk melihatnya. Instrumen yang
digunakan antara lain seruling dan harpa, juga instrumen yang mirip terompet
juga digunakan. Pada masa Kerajaan Baru, bangsa Mesir memainkan bel, simbal,
tamborine, dan drum serta mengimpor kecapi dan lira dari Asia. Mereka juga
menggunakan sistrum, instrumen musik yang biasa digunakan dalam upacara
keagamaan.
Bangsa Mesir Kuno mengenal berbagai macam hiburan,
permainan dan musik, salah satunya adalah Senet, permainan papan yang bidaknya
digerakkan dalam urutan acak. Selain itu mereka juga mengenal mehen. Juggling
dan permainan menggunakan bola juga sering dimainkan anak-anak, juga permainan
gulat sebagaimana digambarkan dalam makam Beni Hasan. Orang-orang kaya di Mesir
Kuno juga gemar berburu dan berlayar untuk hiburan.
Arsitektur Mesir Kuno
Kuil Edfu adalah salah satu hasil karya arsitektur
bangsa Mesir Kuno. Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang paling terkenal
antara lain: Piramida Giza dan kuil di Thebes. Proyek pembangunan dikelola dan
didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius, sebagai bentuk peringatan,
maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa Mesir Kuno mampu membangun
struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan tingkat akurasi
dan presisi yang tinggi.
Kediaman baik untuk kalangan elit maupun masyarakat
biasa dibuat dari bahan yang mudah hancur seperti batu bata dan kayu, karenanya
tidak ada satu pun yang terisa saat ini. Kaum tani tinggal di rumah sederhana,
di sisi lain, rumah kaum elit memiliki struktur yang rumit. Beberapa istana
Kerajaan Baru yang tersisa, seperti yang terletak di Malkata dan Amarna,
menunjukkan tembok dan lantai yang dipenuhi hiasan dengan gambar pemandangan
yang indah. Struktur penting seperti kuil atau makam dibuat dengan batu agar
dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti yang terletak
di Giza, terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan lembaran atap yang didukung
oleh pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan pilon, halaman terbuka, dan
ruangan hypostyle; gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi. Arsitektur
makam tertua yang berhasil ditemukan adalah mastaba, struktur persegi panjang
dengan atap datar yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya
dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah untuk menyimpan mayat.
Seni Mesir Kuno
Patung dada Nefertiti, karya Thutmose, adalah salah
satu mahakarya terkenal bangsa Mesir Kuno. Bangsa Mesir Kuno memproduksi seni
untuk berbagai tujuan. Selama 3500 tahun, seniman mengikuti bentuk artistik dan
ikonografi yang dikembangkan pada masa Kerajaan Lama. Aliran ini memiliki
prinsip-prinsip ketat yang harus diikuti, mengakibatkan bentuk aliran ini tidak
mudah berubah dan terpengaruh aliran lain. Standar artistik—garis-garis
sederhana, bentuk, dan area warna yang datar dikombinasikan dengan
karakteristik figure yang tidak memiliki kedalaman spasial—menciptakan rasa
keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya. Perpaduan antara teks dan
gambar terjalin dengan indah baik di tembok makam dan kuil, peti mati, maupun
patung.
Seniman Mesir Kuno dapat menggunakan batu dan kayu
sebagai bahan dasar untuk memahat. Cat didapatkan dari mineral seperti bijih
besi (merah dan kuning), bijih perunggu (biru dan hijau), jelaga atau arang
(hitam), dan batu kapur (putih). Cat dapat dicampur dengan gum arab sebagai
pengikat dan ditekan (press), disimpan untuk kemudian diberi air ketika hendak
digunakan. Firaun menggunakan relief untuk mencatat kemenangan di pertempuran,
dekrit kerajaan, atau peristiwa religius. Di masa Kerajaan Pertengahan, model
kayu atau tanah liat yang menggambarkan kehidupan sehari-hari menjadi populer
untuk ditambahkan di makam. Sebagai usaha menduplikasi aktivitas hidup di
kehidupan setelah kematian, model ini diberi bentuk buruh, rumah, perahu,
bahkan formasi militer.
Meskipun bentuknya hampir homogen, pada waktu
tertentu gaya karya seni Mesir Kuno terkadang mengikuti perubahan kultural atau
perilaku politik. Setelah invasi Hykos di Periode Pertengahan Kedua, seni
dengan gaya Minoa ditemukan di Avaris. Salah satu contoh perubahan gaya akibat
adanya perubahan politik yang menonjol adalah bentuk artistik yang dibuat pada
masa Amarna: patung-patung disesuaikan dengan gaya pemikiran religius
Akhenaten. Gaya ini, yang dikenal sebagai seni Amarna, langsung diganti dan
dibuah ke bentuk tradisional setelah kematian Akhenaten.
Agama dan Kepercayaan Mesir Kuno
Buku Kematian adalah panduan perjalanan untuk
kehidupan setelah kematian. Kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan adanya
kehidupan setelah kematian dipegang secara turun temurun. Kuil-kuil diisi oleh
dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat untuk meminta
perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok yang baik;
orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajen agar tidak mengeluarkan
amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa ketika itu.
Patung Ka dipercaya dapat menjadi tempat bersemayam
bagi mereka yang telah meninggal. Dewa-dewa disembah dalam sebuah kuil yang
dikelola oleh seorang imam. Di bagian tengah kuil biasanya terdapat patung
dewa. Kuil tidak dijadikan tempat beribadah untuk publik, dan hanya pada
hari-hari tertentu saja patung di kuil itu dikeluarkan untuk disembah oleh
masyarakat. Masyarakat umum beribadah memuja patung pribadi di rumah
masing-masing, dilengkapi jimat yang dipercaya mampu melindungi dari
marabahaya. Setelah Kerajaan Baru, peran firaun sebagai perantara spiritual
mulai berkurang seiring dengan munculnya kebiasaan untuk memuja langsung tuhan,
tanpa perantara. Di sisi lain, para imam mengembangkan sistem ramalan (oracle)
untuk mengkomunikasikan langsung keinginan dewa kepada masyarakat.
Masyarakat mesir percaya bahwa setiap manusia
terdiri dari bagian fisik dan spiritual. Selain badan, manusia juga memiliki
šwt (bayangan), ba (kepribadian atau jiwa), ka (nyawa), dan nama. Jantung
dipercaya sebagai pusat dari pikiran dan emosi. Setelah kematian, aspek
spiritual akan lepas dari tubuh dan dapat bergerak sesuka hati, namun mereka
membutuhkan tubuh fisik mereka (atau dapat digantikan dengan patung) sebagai
tempat untuk pulang. Tujuan utama mereka yang meninggal adalah menyatukan kembali
ka dan ba dan menjadi "arwah yang diberkahi." Untuk mencapai kondisi
itu, mereka yang mati akan diadili, jantung akan ditimbang dengan "bulu
kejujuran." Jika pahalanya cukup, sang arwah diperbolehkan tetap tinggal
di bumi dalam bentuk spiritual. Makam firaun dipenuhi oleh harta karun dalam
jumlah yang sangat besar, salah satunya adalah topeng emas dari mumi
Tutankhamun.
Adat Pemakaman Mesir Kuno
Orang Mesir Kuno mempertahankan seperangkat adat
pemakaman yang diyakini sebagai kebutuhan untuk menjamin keabadian setelah
kematian. Berbagai kegiatan dalam adat ini adalah proses mengawetkan tubuh
melalui mumifikasi, upacara pemakaman, dan penguburan mayat bersama
barang-barang yang akan digunakan oleh almarhum di akhirat. Sebelum periode
Kerajaan Lama, tubuh mayat dimakamkan di dalam lubang gurun, cara ini secara
alami akan mengawetkan tubuh mayat melalui proses pengeringan.
Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi
keuntungan sepanjang sejarah Mesir Kuno bagi kaum miskin yang tidak mampu
mempersiapkan pemakaman sebagaimana halnya orang kaya. Orang kaya mulai
menguburkan orang mati di kuburan batu, akibatnya mereka memanfaatkan
mumifikasi buatan, yaitu dengan mencabut organ internal, membungkus tubuh
menggunakan kain, dan meletakkan mayat ke dalam sarkofagus berupa batu empat
persegi panjang atau peti kayu. Pada permulaan dinasti keempat, beberapa bagian
tubuh mulai diawetkan secara terpisah dalam toples kanopik.
Anubis adalah dewa pada zaman mesir kuno yang
dikaitkan dengan mumifikasi dan ritual pemakaman. Pada periode Kerajaan Baru, orang Mesir Kuno
telah menyempurnakan seni mumifikasi. Teknik terbaik pengawetan mumi memakan
waktu kurang lebih 70 hari lamanya, selama waktu tersebut secara bertahap
dilakukan proses pengeluaran organ internal, pengeluaran otak melalui hidung,
dan pengeringan tubuh menggunakan campuran garam yang disebut natron.
Selanjutnya tubuh dibungkus menggunakan kain, pada setiap lapisan kain tersebut
disisipkan jimat pelindung, mayat kemudian diletakkan pada peti mati yang
disebut antropoid. Mumi periode akhir diletakkan pada laci besar cartonnage
yang telah dicat. Praktik pengawetan mayat asli mulai menurun sejak zaman
Ptolemeus dan Romawi, pada zaman ini masyarakat mesir kuno lebih
menitikberatkan pada tampilan luar mumi.
Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah barang
mewah yang lebih banyak. Tradisi penguburan barang mewah dan barang-barang
sebagai bekal almarhum juga berlaku pada semua masyarakat tanpa memandang
status sosial. Pada permulaan Kerajaan Baru, buku kematian ikut disertakan di
kuburan, bersamaan dengan patung shabti yang dipercaya akan membantu pekerjaan
mereka di akhirat. Setelah pemakaman, kerabat yang masih hidup diharapkan untuk
sesekali membawa makanan ke makam dan mengucapkan doa atas nama almarhum.
Komentar
Posting Komentar