Perbatasan Wilayah Negara
Republik Indonesia & Permasalahan Yang Ada
Indonesia adalah negara
kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki 13.487 pulau besar dan
kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar disekitar
khatulistiwa, yang memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia terletak pada
koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT serta
terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia
atau Oseania.
Negara kepulauan Indonesia berbatasan langsung dengan 10 (sepuluh
negara). Di darat, Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yaitu : (1)
Malaysia (2) Papua New Guinea dan (3) Timor Leste. Sedangkan di wilayah laut
Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu : (1) India (2) Malaysia (3)
Singapura (4) Thailand (5) Vietnam (6) Filipina (7) Republik Palau (8)
Australia (9) Timor Leste dan (10) Papua Nugini. Perbatasan laut ditandai oleh
keberadaan 92 pulau-pulau terluar yang menjadi lokasi penempatan titik dasar
yang menentukan penentuan garis batas laut wilayah
dan termasuk pulau-pulau kecil.
Sebelah utara Indonesia berbatasan dengan Malaysia yang berupa
daratan di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Barat dan Timur. Selain
batas darat, juga berbatasan laut dengan negara Singapura, Malaysia, Filipina. Di sebelah timur, berbatasan darat dan
laut dengan Papua Nugini di Pulau Irian Jaya. Sebelah selatan berbatasan darat
dengan Timor Leste di Nusa Tenggara Timur dan berbatasan laut dengan Australia
di Samudra Hindia. Di sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia. Masalah perbatasan wilayah Indonesia
bukan lagi menjadi hal baru saat ini. Sejak Indonesia menjadi negara yang
berdaulat, perbatasan sudah menjadi masalah yang bahkan belum menemukan titik
terang sampai saat ini. Permasalahan perbatasan tersebut tidak hanya menyangkut
batas fisik yang telah disepakati namun juga menyangkut cara hidup masyarakat
di daerah tersebut, misalnya para nelayan tradisional atau kegiatan lain di
sekitar wilayah perbatasan.
1. RI – Malaysia
Kesepakatan
yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah
garis batas Landas Kontinental di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan persetujuan
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang
penetapan garis batas landas kontinental antara kedua negara (Agreement
Between Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia relating
to the delimitation of the continental shelves between the two countries),
tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969. Berikutnya
adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada
tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas
ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara
kedua negara belum ada kesepakatan. Batas laut teritorial Malaysia di Selat
Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, hal ini
mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan
Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor
Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik
Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3
mil dari Pulau Bintan. Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur
(perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian
Selatan, hingga saat ini masih dalam proses perundingan. Pada segmen di
Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki perundingan batas laut teritorial
terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas Kontinental. Pihak
Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus dilakukan dalam satu
paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas
Kontinen. Sementara pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan
Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial
kedua negara.
2.
RI – Thailand
Indonesia dan Thailand telah mengadakan perjanjian landas
kontinental di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian tersebut telah
diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut
merupakan batas landas kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut Andaman. Selain
itu juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara
yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada
tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres
Nomor 20 Tahun 1972. Perbatasan antara Indonesia dengan Thailand yang belum
diselesaikan khususnya adalah perjanjian ZEE.
3. RI – India
Indonesia
dan India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada
tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun
1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar. Selanjutnya
dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada
tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977
yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia. Perbatasan tiga negara,
Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas landas
kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman. Perjanjian
dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi dengan Keppres
Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat perjanjian perbatasan
ZEE.
4.
RI – Singapura
Perjanjian
perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai
tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara.
Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun
1973.
Permasalahan yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Singapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah Indonesia. Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).
Permasalahan yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Singapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah Indonesia. Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).
5. RI – Vietnam
Perbatasan
Indonesia dengan Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan,
terutama batas landas kontinental pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi
perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya
Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan.
Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011
di Hanoi (perundingan ke-3).
6. RI – Philipina
Perundingan
RI dengan Philipina sudah berlangsung 6 kali yang dilaksanakan secara
bergantian setiap 3 – 4 bulan sekali. Dalam perundingan di Manado tahun
2004, Philipina sudah tidak mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas, dan
sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia. Hasil perundingan terakhir
penentuan garis batas maritim Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember
2005 di Batam. Indonesia menggunakan metode proportionality dengan memperhitungkan lenght
of coastline/ baseline kedua
negara, sedangkan Philipina memakai metode median
line. Untuk itu dalam
perundingan yang akan datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working Groupuntuk
membicarakan secara teknis opsi-opsi yang akan diambil.
7.
RI – Palau
Perbatasan
Indonesia dengan Palau terletak di sebelah utara Papua. Palau telah menerbitkan
peta yang menggambarkan rencana batas “Zona Perikanan/ZEE” yang diduga
melampaui batas yurisdiksi wilayah Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya
nelayan Indonesia yang melanggar wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini
timbul karena jarak antara Palau dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil
sehingga ada daerah yang overlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen.
Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29 Februari - 1
Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3).
8.
RI – Papua New Guinea
Perbatasan
Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu
pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua.
Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Inggris pada tahun 1895 dan antara
Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai
dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur
timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’
10” bujur timur sampai pantai selatan Papua. Permasalahan yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan
garis batas dan lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara.
Masalah yang perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas
darat.
9.
RI – Australia
Perjanjian
Batas Landas Kontinental antara Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober
1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan
Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier
serta Pulau Christmas telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua
negara pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi.
Mengenai batas maritim antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan
yang ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir 1997.
10.
RI – Timor Leste
Perundingan
batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena
Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan
perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara
maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan
guna membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Untuk
menegakkan kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia
diperlukan penetapan batas-batas maritim secara lengkap. Penetapan batas ini dilakukan
berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional, yang diatur dalam Konvensi PBB
tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia
melalui UU No 17 tahun1985. Implementasi dari ratifikasi
tersebut adalah diperlukannya pengelolaan terhadap batas maritim yang meliputi
Batas Laut dengan negara tetangga dan Batas Laut dengan Laut Bebas. Adapun batas-batas maritim Republik
Indonesia dengan negara tetangga, mencakup Batas Laut Wilayah (Territorial
Sea), batas perairan ZEE, batas Dasar Laut atau Landas Kontinen. Belum
selesainya penentuan batas maritim antara pemerintah Indonesia dengan negara
tetangga menjadikan daerah perbatasan rawan konflik.
Kesimpulan
Kesimpulan
Dalam
masalah perbatasan, Pemerintah harus melakukan tindakan serius dalam menangani
permasalahan di wilayah perbatasan RI, harus ada hukum yang jelas dan tegas
mengenai hal tersebut. Masih banyak hal yang dapat kita lakukan untuk
melindungi dan menjaga keutuhan wilayah negara Republik Indonesia. Salah
satunya adalah dengan memaksimalkan potensi sumber daya yang ada di pulau-pulau
terluar, contohnya dengan gugusan dari pulau terluar yang dapat dikelola
sebagai objek wisata laut, atau mungkin sebagai tempat- tempat pembuatan
rumpon-rumpon penangkapan ikan yang dilaksanakan secara tradisi masyarakat yang
berdiam disekitar wilayah pulau tersebut.Kita tentu tidak mau wilayah negara RI
semakin kecil di masa depan, maka dari itu kita harus bekerja sama dari semua
aspek maupun masyarakat untukmemperbaiki dan memperjuangkan tanah air tercinta
ini.
Komentar
Posting Komentar